Table of Contents

Jelajahi platform kami sekarang

Related Posts

Dapatkan Insights HR terbaru dengan berlangganan Newsletter Kami

World Happiness Index 2025: Data dan Panduan Meningkatkan Kesejahteraan di Dunia Kerja 

Laporan ‘World Happines Index 2025’ membawa sudut pandang yang semakin relevan bagi dunia kerja saat ini, terutama ketika banyak organisasi mulai menyadari bahwa kesejahteraan karyawan tidak dapat dipisahkan dari kinerja tim dan keberlangsungan bisnis. Kebahagiaan tidak lagi dianggap sebagai urusan pribadi, tapi bagian dari strategi membangun tempat kerja yang produktif dan berkelanjutan.

Terdapat dua faktor yang antara kebahagiaan yang cukup terkoneksi dengan dunia kerja dan dapat menjadi fokus pemimpin perusahaan yaitu membangun koneksi yang bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa aspek-aspek sederhana justru punya dampak besar dalam menciptakan lingkungan kerja yang tetap profesional namun membawa kebahagiaan pada saat yang sama.

Koneksi Sosial: Kebutuhan Emosional dalam Dunia Kerja

Laporan World Happiness Report 2025 mengungkap tren yang mengkhawatirkan: sebanyak 19 persen anak muda di dunia pada tahun 2023 melaporkan tidak memiliki siapa pun yang bisa mereka andalkan untuk dukungan sosial. Angka ini meningkat 39 persen dibandingkan tahun 2006, menunjukkan bahwa disintegrasi sosial menjadi masalah nyata yang terus berkembang.

Source: World Happiness Report 2025

Merujuk pada data visual World Happiness Report 2025, rata-rata responden muda di Indonesia sudah memiliki setidaknya satu orang yang mereka rasakan dekat secara emosional, dengan tingkat kepuasan hidup berada pada angka 80, secara posisi diatas rata-rata global.  

Pada infografis sebelah kanan, ditemukan bahwa jumlah orang yang dapat diandalkan pada kondisi tertentu di Indonesia juga tergolong tinggi yaitu lebih dari 7. Hasil Ini menunjukkan bahwa dukungan sosial sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat. 

Kedua temuan tersebut menguatkan pentingnya membangun pola hubungan serupa di lingkungan kerja. Ketika karyawan merasa memiliki rekan atau atasan yang dapat diandalkan dalam menghadapi tantangan profesional maupun emosional, hal ini berkontribusi besar terhadap rasa aman, kebersamaan, dan kepuasan hidup secara menyeluruh.

Namun, memiliki banyak koneksi belum tentu cukup. Tanpa kualitas interaksi yang bermakna, hubungan kerja mudah menjadi permukaan yang dangkal. Karena itu, perusahaan perlu secara aktif mempromosikan memfasilitasi interaksi sosial yang lebih berkualitas. 

Sebagai contoh, dalam keseharian, manajer dapat mendorong percakapan informal yang lebih terbuka dalam sesi check-in mingguan atau forum refleksi tim yang rutin. Bukan hanya membahas target atau hambatan kerja, tapi memberi ruang bagi karyawan untuk saling mendengar dan memahami satu sama lain sebagai individu. Pendekatan ini lambat laun akan memberikan dukungan emosional yang lebih konsisten, memperkuat rasa saling percaya, dan menumbuhkan keterlibatan yang lebih dalam pada tingkat tim.

Membangun Interaksi Melalui Kebiasaan Makan Bersama

Data terbaru dari 142 negara dan wilayah pada 2022–2023 menunjukkan adanya perbedaan mencolok dalam frekuensi makan bersama antarnegara. Beberapa negara mencatat sebagian besar warganya hampir selalu makan bersama orang lain, sementara negara lain justru menunjukkan kecenderungan makan sendirian. Perbedaan ini tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendidikan, atau status pekerjaan.

Source: World Happiness Report 2025

Individu yang lebih sering makan bersama melaporkan tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi, lebih banyak emosi positif, dan lebih sedikit tekanan mental. Menariknya, evaluasi terhadap kualitas hidup meningkat secara signifikan seiring frekuensi makan bersama. 

Source: World Happiness Report 2025

Berdasarkan data, individu yang makan bersama sebanyak 12 kali dalam seminggu menunjukkan peningkatan life evaluation hingga 50 persen dibanding mereka yang makan bersama hanya 3 kali saja. Temuan ini menyoroti bahwa momen berbagi yang konsisten, walau tampak sederhana, membawa pengaruh besar terhadap kesejahteraan individu secara menyeluruh.

Untuk membawa dampak positif dari kebiasaan makan bersama dalam lingkungan kerja, perusahaan perlu melihat aktivitas ini bukan sekadar jeda dari pekerjaan, tetapi sebagai bagian dari strategi membangun budaya yang sehat dan kolaboratif.

Langkah pertama yang paling mendasar adalah memastikan ketersediaan ruang makan atau pantry yang memadai, bersih, dan nyaman. Ruang ini sebaiknya didesain agar mendorong interaksi antarindividu dari berbagai divisi. Dengan menciptakan ruang yang tidak terlalu formal, perusahaan membuka peluang bagi karyawan untuk menjalin obrolan ringan, bertukar cerita, atau sekadar saling menyapa di luar konteks pekerjaan.

Langkah kedua adalah mendorong manajer untuk secara aktif menjadi penggerak kebiasaan makan bersama. Ajakan dari atasan sering kali menjadi sinyal penting yang membentuk norma sosial tim. Makan siang bersama setiap satu atau dua minggu sekali, misalnya, bisa menjadi kesempatan alami untuk membangun koneksi yang lebih personal antar anggota tim. Tidak harus selalu membahas hal pekerjaan, sesi ini justru bisa menjadi ruang untuk memperkuat rasa kebersamaan, mengurangi jarak hierarkis, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih suportif.

Langkah ketiga, perusahaan dapat menjadikan kegiatan makan bersama sebagai agenda rutin yang terstruktur. Misalnya, dengan menyelenggarakan makan siang lintas tim setiap kuartal atau semester, disertai dengan sesi apresiasi ringan atau perayaan pencapaian. Aktivitas semacam ini tidak hanya memperkuat relasi sosial antarindividu, tetapi juga membentuk ingatan kolektif yang positif terhadap tempat kerja.

Aktivitas Makan Bersama dalam Pekerjaan

Kesimpulan

World Happiness Report 2025 menegaskan bahwa kesejahteraan karyawan adalah bagian penting dari keberhasilan bisnis. Kebahagiaan bukan lagi urusan pribadi, tapi strategi membangun tempat kerja yang berkelanjutan, produktif, dan lebih manusiawi.

Dua faktor utama yang relevan untuk dunia kerja saat ini adalah koneksi sosial dan interaksi yang dibangun dari kebiasaan makan bersama. Data menunjukkan bahwa 19 persen anak muda global merasa tidak memiliki seseorang yang bisa diandalkan, sementara di Indonesia, sebagian besar responden memiliki orang terdekat dan dukungan sosial yang cukup kuat. Ini menunjukkan pentingnya menghadirkan nuansa hubungan personal dan rasa saling percaya di tempat kerja agar karyawan merasa lebih terhubung secara emosional.

Aktivitas makan bersama juga terbukti meningkatkan evaluasi hidup hingga 50 persen jika dilakukan secara rutin hingga 12 kali dalam seminggu. Aktivitas ini, meski sederhana, terbukti memperkuat relasi antar individu dan mengurangi tekanan mental. Perusahaan dapat memfasilitasinya dengan menyediakan ruang makan yang nyaman, mendorong manajer menjadi penggerak makan bersama, serta menjadwalkan sesi lintas tim secara berkala. Interaksi informal semacam ini memperkuat rasa memiliki, memperhalus hierarki, dan menumbuhkan kolaborasi yang lebih alami.

Apakah artikel ini membantu?
YaTidak

Share:

Scroll to Top

2025

Talentics

PT. Semesta Integrasi Digital.