Dalam dunia kerja modern, employee satisfaction tidak hanya tentang merasa puas di tempat kerja, tetapi juga mencakup kepuasan terhadap hidup secara keseluruhan. Kedua hal ini, work satisfaction dan life satisfaction, adalah komponen penting dari well-being. Work satisfaction berkaitan dengan bagaimana seorang karyawan menilai pengalaman mereka di tempat kerja, seperti merasa dihargai, puas dengan tugas-tugasnya, hubungan baik dengan rekan kerja, dan lingkungan kerja secara keseluruhan. Sebaliknya, life satisfaction adalah penilaian menyeluruh seseorang terhadap kehidupannya, termasuk keluarga, kesehatan, waktu luang, dan kondisi sosial. Misalnya, seorang pegawai mungkin merasa puas dengan pekerjaannya karena memiliki atasan yang suportif, tetapi bisa jadi ia kurang puas dalam hidupnya karena mengalami masalah keuangan. Kedua jenis kepuasan ini saling terkait, namun tidak selalu sejalan.
Hasil analisis terbaru yang dilakukan pada data dengan rentang waktu sepanjang 10 tahun dari 161.412 orang dari berbagai negara menunjukkan bahwa work satisfaction dan life satisfaction saling memengaruhi dari waktu ke waktu (Wiese et al., 2025). Namun, yang menarik adalah pengaruh life satisfaction terhadap work satisfaction di masa depan lebih kuat daripada sebaliknya. Artinya, ketika seseorang merasa puas dengan hidupnya secara keseluruhan, besar kemungkinan ia akan merasa lebih puas dengan pekerjaannya di masa mendatang. Work satisfaction juga dapat berdampak pada life satisfaction di masa depan, namun efeknya tidak sebesar pengaruh sebaliknya. Sebagai contoh, seorang karyawan yang memiliki kehidupan keluarga yang harmonis dan sehat secara mental akan lebih mudah menghadapi tantangan di tempat kerja dan melihat pekerjaannya secara positif. Sementara itu, karyawan yang hanya puas dengan pekerjaannya tetapi menghadapi banyak masalah pribadi mungkin tetap merasa kurang puas dengan hidupnya.

Bagi para karyawan, hal ini menunjukkan pentingnya menjaga keseimbangan dan kualitas hidup secara keseluruhan. Life satisfaction bukan hanya hasil dari pekerjaan yang baik, tapi juga merupakan modal yang bisa membantu mereka menikmati dan berkembang dalam pekerjaan. Karyawan yang merasa puas di luar pekerjaan cenderung lebih termotivasi, lebih tangguh menghadapi stres kerja, dan lebih mudah menjalin hubungan baik di lingkungan kerja. Sebaliknya, jika aspek kehidupan pribadi terganggu, misalnya karena masalah rumah tangga atau aktivitas bersantainya kurang berkualitas, maka kinerja dan kepuasan dalam pekerjaan bisa ikut menurun. Dengan kata lain, penting untuk merawat life satisfaction agar bisa berdampak positif pada pekerjaan.
Bagi praktisi HR dan organisasi, temuan ini mengajak kita untuk melihat well-being karyawan secara lebih holistik. Program peningkatan work satisfaction seperti pelatihan, tunjangan yang memadai, atau promosi memang penting, namun tidak cukup. Organisasi perlu mendukung kehidupan karyawan di luar kerja, misalnya dengan memberikan fleksibilitas waktu kerja, kebijakan cuti yang ramah keluarga, dukungan kesehatan mental, atau program work-life balance lainnya. Dengan cara ini, organisasi tidak hanya meningkatkan work satisfaction tetapi juga memperkuat life satisfaction yang berdampak balik pada performa kerja karyawan di masa depan. Organisasi juga perlu menyadari bahwa kebijakan yang mendukung work-life balance bukan hanya good to have, tetapi investasi jangka panjang untuk produktivitas dan retensi karyawan.
Sebagai langkah awal, praktisi HR bisa mulai dengan mengukur tidak hanya work satisfaction tetapi juga life satisfaction karyawan secara berkala. Survei singkat satu atau dua kali setahun bisa menjadi permulaan yang baik. Selanjutnya, praktisi HR bisa merancang program well-being yang komprehensif, seperti pelatihan manajemen stres, kegiatan keluarga bersama perusahaan, atau bahkan fasilitas daycare di kantor. Yang tidak kalah penting, ciptakan budaya kerja yang manusiawi, di mana atasan memahami bahwa kehidupan pribadi karyawan adalah bagian penting dari keberhasilan organisasi. Jika kita ingin menciptakan tempat kerja yang bahagia, kita harus membantu karyawan untuk memiliki kehidupan yang bahagia pula.

Referensi utama:
Wiese, C. W., Dormann, C., Vaziri, H., Tay, L., Wille, B., Chen, J., Moran, L. H., & Li, Y. (2025). Happy Work, Happy Life? A Replication and Comparison of the Longitudinal Effects Between Job and Life Satisfaction Using Continuous Time Meta‐Analysis. Journal of Organizational Behavior, 46, 487–511. https://doi.org/10.1002/job.2861